Selasa, 07 Desember 2010

Atribut Lembaga Banjar

Bagi masyarakat Bali, kata banjar tentu sudah tidak asing lagi. Mereka yang bertempat tinggal (menetap) di suatu wilayah di Bali akan diikat dalam satu lembaga sosial yang dinamakan banjar. Banjar merupakan lembaga sosial atas dasar ikatan wilayah tempat tinggal.

Banjar, adalah merupakan pusat komunitas sekelompok masyarakat dengan subsistem dari sebuah desa yang memiliki kesatuan sosial adat baik dalam suasana duka maupun dalam suasana suka. Sebagai bentuk komunitas kecil, maka banjar di Bali memiliki peranan yang sangat penting sebagai lembaga sosial tradisional maupun sebagai wadah kegiatan upacara adat maupun upacara agama. Disamping itu banjar juga sebagai wadah pelaksanaan dari berbagai kegiatan baik dalam bidang ekonomi, masyarakat, maupun berbagai kegiatan pemerintah, seperti pendidikan, kesehatan, Keluarga Berencana, dan lain-lain.

Sesuai dengan fokus fungsinya, banjar dibedakan atas Banjar Adat dan Banjar Dinas. Banjar Adat dengan fokus fungsinya dalam bidang adat dan agama, dan secara struktural menjadi bagian dari Desa Adat. Banjar Adat dipimpin oleh Kelian Banjar Adat. Sedangkan Banjar Dinas dengan fokus fungsinya dalam bidang administrasi dan secara struktural menjadi bagian Desa Dinas. Banjar Dinas dipimpin oleh Kepala Dusun.

Sebagai lembaga sosial, banjar mempunyai atribut. Atribut diartikan sebagai lambang atau simbol sebagai ciri khas suatu banjar. Atribut/lambang/simbol sebagai ciri khas suatu banjar, diantaranya :

a. Bale Banjar

Bale (bahasa Bali), juga berarti “balai” (bahasa Indonesia) yang artinya gedung, rumah (umum), atau bangunan terbuka. Bale banjar mengandung arti suatu bangunan terbuka yang digunakan untuk kepentingan bersama warganya. Bale banjar juga merupakan balai atau bangunan tempat memusyawarahkan suatu masalah yang dihadapi oleh krama (masyarakat) banjar. Balai banjar juga dapat dipergunakan untuk melakukan suatu aktivitas oleh krama banjar, seperti kegiatan sosial. Umumnya lokasi bale banjar terletak pada lokasi yang mudah dicapai oleh krama (masyarakat) banjar.

b. Bale Kulkul dengan Kulkul

Bale (balai) Kulkul dengan kulkulnya (kentongan) merupakan salah satu atribut/lambang/simbol lembaga banjar. Kulkul (kentongan) merupakan alat komunikasi tradisional yang masih dilestarikan di daerah Bali. Bale (balai) kulkul dengan kulkul (kentongan) diadakan digunakan untuk mengumpulkan warga banjar pada waktu akan sangkep atau rapat, ada kematian, bergotong royong, ada bencana, atau ada kegiatan lain, dengan cara memukul atau membunyikan kulkul (kentongan). Tidak sembarang orang dibolehkan memukul atau membunyikan kulkul (kentongan) kecuali kesinoman atau juru arah (orang yang bertugas menghubungi warga banjar atas perintah Kelian Banjar) atas ijin Kelian Banjar.

c. Pura Banjar

Bertempat di arah timur atau utara dari areal banjar dibangun bangunan pelinggih (bangunan suci) dari Pura Banjar. Pura Banjar merupakan linggih (stana)Ida Bhagawan Panyarikan atau Ida Ratu Gede Panyarikan. Pura Banjar merupakan tempat krama banjar untuk melaksanakan aktivitas keagamaan dalam rangka memuja dan berbakti ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap aktivitas yang dilakukan krama banjar di balai banjar terlebih dahulu dilakukan “matur piuning” (memberitahukan/mempermaklumkan) ke hadapan Ida Ratu Gede Panyarikan memohon agar Beliau memberikan tuntunan serta rahmat atas kegiatan yang dilaksanakan.

Sumber : Berbagai sumber


Baca Selanjutnya......

Selamat Menempuh Hidup Baru, Anakku

Hari Jumat, 26 Nopember 2010 merupakan hari yang membahagiakan bagi kami termasuk keluarga besar kami, karena pada hari itu dapat mengantarkan putri kami ke depan pintu gerbang pernikahan untuk membangun sebuah rumah tangga baru. Orangtua mana yang tidak bahagia apabila dapat menyaksikan pernikahan putrinya tercinta.

Walaupun kini jumlah anggota keluarga kami berkurang lagi satu orang tetapi kami, aku dan isteri, tidak terlalu merasa kehilangan. Putri kami telah melakukan apa yang telah pernah aku dan isteri lakukan. Dan, kami merasa sudah menjadi tanggung jawab orang tua untuk sedapat mungkin mengupacarai pernikahan putra-putrinya dengan orang yang dicintai, selain tanggung jawab memelihara dan memberi pendidikan yang layak.

Tidak terasa sudah 24 tahun 7 bulan lebih ia hadir di tengah-tengah kami. Rasanya baru kemarin ia hadir melengkapi kebahagiaan kami. Ia adalah anak perempuan pertama dari buah cinta kami. Sebagai anak perempuan pertama tentunya ia mendapat perhatian lebih dari keluarga besar kami. Walaupun sebagai anak pertama yang mendapat perhatian lebih tidak menjadikan ia anak yang dimanja.

Setelah melewati tahap pertama dari kehidupan yaitu tahap brahmacari sebagai tahap belajar, menuntut ilmu, membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini putrid sulung kami telah memasuki tahap kedua dari kehidupan yaitu, grehasta asrama. Grehasta asrama sebagai tahap memasuki jenjang berumah tangga. Selamat menempuh hidup baru, anakku. Semoga berbahagia !!!



Baca Selanjutnya......

Sabtu, 25 September 2010

Jalan-Jalan Ke Desa Transmigran

Pesawat yang kami tumpangi dari Bandar udara Ngurah Rai Denpasar mendarat mulus di Bandar udara Hasanudin sekitar pukul 08.15. Di pagi hari itu Kamis, 9 September 2010 sinar matahari cukup cerah. Hari itulah untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Sulawesi Selatan. Selamat Datang di Sulawesi Selatan. Tulisan itulah yang menyambut kedatangan kami di salah satu ruang Bandar udara Hasanudin, Ujungpandang.

Ujungpandang bukanlah kota tujuan utama kami datang ke Sulawesi Selatan. Daerah yang menjadi tujuan kami adalah desa Kertaraharja, Kecamatan Tomoni Timur, Kabupaten Luwu Timur. Kami bermaksud mengunjungi orangtua teman anak kami yang menjadi salah satu transmigran asal Bali.

Di bandara Hasanudin kami dijemput dengan mobil yang telah dipesan oleh teman anak kami. Dengan mobil itulah kami diantar ke tempat tujuan. Jarak antara bandara Hasanudin dengan desa Kertaraharja yang kami tuju lebih kurang 600 km. Syukurnya perjalanan kami adalah siang hari sehingga sepanjang perjalanan kami dapat melihat keindahan daerah-daerah yang kami lalui. Salah satunya adalah rumah kayu, yaitu rumah-rumah yang terbuat dari kayu.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 11 jam akhirnya kami sampai ke tempat tujuan. Hari sudah malam ketika teman anak kami memberitahu bahwa kami telah memasuki desa Kertaraharja. Karena penasaran, dari dalam mobil saya mengintip keadaan desa transmigran tersebut. Walau dengan penerangan yang seadanya saya melihat bahwa keberadaan desa Kertaraharja sudah maju.

Kedatangan kami malam itu disambut dengan hangat oleh orangtua teman anak kami yang biasa dipanggil Pak Luh De. Beliau dan isterinya juga sangat ramah. Beliau menerima kami seperti keluarganya sendiri padahal sebelumnya kami belum pernah ketemu. Malam itu setelah mandi dan makan malam tidak banyak yang bisa kami perbincangkan. Karena kelelahan menempuh perjalanan jauh jam 22.00 kami pun tidur.

Besok paginya saya paksakan diri untuk bangun agak pagi. Setelah cuci muka saya sempatkan diri jalan-jalan di lorong depan rumah Pak Luh De. Ketika saya jalan-jalan itulah saya melihat matahari terbit “di barat”. Ah, Saya kira arah terbit matahari sudah terbalik. Setelah diberitahu arah utara, timur, selatan, dan barat, ternyata arah mata angin saya terbalik 180 derajat. Hee..hee..heeee...

Sore harinya, dengan berjalan kaki Bu Luh De berbaik hati mengantar kami berkeliling untuk melihat-lihat keadaan di sekitarnya. Kami melihat rumah-rumah para transmigran banyak yang bagus dengan pekarangan yang cukup luas. Mereka hidup dari hasil pertanian dengan lahan yang cukup luas. Dan juga dari perkebunan coklat. Semua keberhasilan itu bisa terujud adalah hasil kerja keras para transmigran. Tidak mudah memang perjuangan mereka. Keuletan dan kerja keras yang tidak mengenal menyerah dari mereka kini telah membuahkan hasil. Hasil itulah yang kini mereka nikmati, sampai-sampai ada yang berprinsip tidak mau pulang kembali menetap di daerah asalnya karena di daerah asalnya mereka tidak tahu harus memulai kehidupan baru itu dari mana dan sebagai apa. Mereka merasa sudah nyaman hidup di daerah transmigrasi.

Setelah tiga hari tinggal di rumah Pak Luh De, hari Minggu malam kami pamit untuk kembali ke Denpasar. Dari kunjungan singkat ini saya bisa menyaksikan, ternyata keadaan desa transmigran itu tidak jauh berbeda dengan keadaan desa-desa di sekitar tempat tinggal saya. Kalau semula saya membayangkan desa transmigran yang saya kunjungi itu masih berupa daerah hutan. Setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri barulah saya sadar bahwa bayangan saya itu keliru.

Baca Selanjutnya......

MANUSIA BIASA BISA LUPA

Manusia mempunyai kemampuan yang terbatas. Salah satu kemampuan manusia yang terbatas tersebut adalah kemampuan mengingat. Umumnya manusia sulit untuk bisa mengingat secara terus menerus dan sedetilnya semua kejadian atau semua peristiwa yang pernah dialami, dilihat, dirasakan, atau didengar. Kita sering mendengar orang mengatakan, “Aduh, lupa..” ketika ia diingatkan tentang hal-hal yang harus dilakukan, dikerjakan, disampaikan, atau dibicarakan. Atau, kita sendiri pernah kebingungan mencari kunci rumah atau kunci mobil atau kacamata. Padahal beberapa menit yang lalu barang-barang tersebut masih kita pegang tetapi lupa entah dimana kita menaruhnya.

Lupa atau tidak dapat mengingat dengan semestinya merupakan fenomena yang sangat lumrah terjadi pada seseorang. Lupa terhadap hal-hal yang kurang berkesan atau kurang diperhatikan, namun apabila diberi isyarat atau tanda (clue) maka hal tersebut masih dapat diingat kembali meskipun detilnya terlupakan. Lupa yang demikian termasuk lupa normal. Sedangkan lupa abnormal biasanya merupakan gejala demensia (pikun dini), dan mempunyai ciri-ciri derajat lupa sudah keterlaluan terutama hal yang baru terjadi (recent event), dan bila diberi tanda (clue) juga tetap tidak bisa mengingat kembali seolah tidak pernah mengalami kejadian tersebut (http://kipsaint.com/isi/antara-depresi-dan-sifat-lupa.html)

Dengan bisa lupa atau tidak mengingat sesaat tentang suatu hal pernah dialami, dirasakan, atau dilihat, manusia bisa berfikir secara jernih tentang hal-hal lainnya. Juga manusia bisa berkonsentrasi secara penuh terhadap hal-hal yang sedang dikerjakan atau sedang dipikirkan lebih-lebih pada saat menghadapi situasi yang sangat menentukan. Tanpa bisa melupakan sesaat semua kejadian atau peristiwa yang pernah dialami, dirasakan, atau dilihat, manusia tidak akan bisa berfikir jernih. Juga tidak bisa berkonsentrasi secara penuh serta tidak bisa focus pada pekerjaan atau situasi yang sedang dihadapi. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya diri kita apabila kita tidak punya sifat lupa.

Akan tetapi sifat lupa, apalagi bila menjadi seorang pelupa, bisa menjengkelkan juga. Sesuatunya bisa menjadi berantakan hanya karena lupa. Hal-hal yang telah direncanakan dengan matang bisa jadi sia-sia hanya karena ada yang dilupakan. Kepercayaan dari atasan menjadi hilang hanya karena lupa mengerjakan perintah atasan. Peluang emas dari mitra bisnis menjadi hilang hanya karena lupa pada janji-janji yang telah disepakati bersama. Istri atau anak-anak bisa marah-marah karena lupa dijemput. Itu hanya sekedar contoh saja, hal-hal yang bisa terjadi hanya karena lupa.
Untuk menghindari dari kelupaan maka digunakanlah cara-cara tertentu. Bisa berupa catatan, tulisan, kode/tanda, bunyi/suara, atau cara-cara lainnya. Misalnya, agar tidak lupa membeli barang-barang tertentu maka sebelum pergi belanja dibuatkan catatan tentang barang-barang yang akan dibeli. Agar tidak lupa pada janji yang telah disepakati maka dibuatkan jadual kegiatan harian/mingguan. Dan, agar tidak lupa melakukan kegiatan penting pada hari dan jam tertentu kita bisa menggunakan handphone sebagai alat pengingat.

Nah, bisa lupa ternyata tidak sepenuhnya jelek. Juga tidak sepenuhnya baik. Bagi saya, ada manfaatnya juga bisa lupa atau bisa tidak mengingat, asal tidak sampai menjadi pikun. Bagaimana dengan Anda ?

Baca Selanjutnya......

Kamis, 24 Juni 2010

Meniru Orang Yang Dijadikan Model

Pada satu kesempatan, saya pergi ke tukang cuci motor untuk cuci motor sekaligus ganti oli. Sambil menunggu saya duduk di ruang tunggu sambil membaca koran terbitan daerah yang tergeletak di atas meja. Sebenarnya saya malas membaca koran itu. Bukan karena saya tidak suka membaca koran . Juga bukan karena isi beritanya, tetapi dikarenakan koran yang tersedia itu adalah koran yang terbit dua hari sebelumnya. Karena tidak ada bahan bacaan lain dan dari pada bengong saya baca juga koran itu. Dari berita yang dimuat koran itu yang saya baca adalah berita tentang politisi yang akan ikut kompetisi pada pemilu. Dan, para politisi yang yang akan berkompetisi itu ternyata ada politisi yang orang tuanya atau salah satu orang tuanya juga adalah politisi. Jadi si anak menjadi politisi meniru jejak orang tuanya menjadi politisi.

Pada kesempatan lain, saya, isteri, dan anak sedang makan siang. Sudah menjadi kebiasaan kami kalau makan sambil nonton televisi. Kebetulan televisi saya baru kemarin diambil dari bengkel. Jadilah kami makan bersama sambil nonton televisi. Kalau nonton televisi bersama-sama saya bukanlah penentu chanel dan acara apa yang akan ditonton. Termasuk pada siang itu saya hanya ikut-ikutan nonton acara pilihan isteri tercinta. Acara kesukaannya adalah acara tentang dunia selebritis. Dan, siang itu ditayangkan kisah seorang anak yang sedang meniti karir menjadi seorang artis mengikuti jejak orang tuanya yang saat ini adalah seorang artis yang terkenal di negeri ini. Jadi si anak menjadi artis karena orang tuanya juga adalah artis.

Dan pada kesempatan lainnya lagi, saya pergi belanja ke pasar tradisional. Walaupun sekarang sedang tren pasar modern (pasar swalayan) tidak menyurutkan niat saya belanja ke pasar tradisional. Sesampai di pasar saya langsung menuju ke satu los yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari. Beberapa pembeli sudah lebih dulu ada disana. Sambil antre saya mengamati si penjual yang tampak masih muda. Umurnya kira-kira 20 tahun. Saya terkesan dengan kecermatan, kesabaran, dan keramahannya melayani setiap pembeli. Ketika hal itu secara bisik-bisik saya sampaikan ke pembeli yang ada di belakang saya pembeli itu juga mempunyai kesan yang sama. Bahkan, pembeli itu menambahkan bahwa si pedagang itu dari masih anak-anak sudah diajak berdagang oleh orang tuanya.

Dari ceritera saya di atas ternyata seseorang dari keluarga politisi akhirnya juga menjadi politisi. Seseorang menjadi artis karena berasal dari keluarga artis. Seseorang menjadi pedagang karena sedari kecil sudah diajak berdagang oleh kedua orang tuanya. Ada juga seseorang menjadi guru karena kedua orang tuanya atau salah satu orang tuanya adalah seorang guru. Lalu, apakah semua itu karena kebetulan ?

Bukan sesuatu yang kebetulan jika seseorang dari keluarga politisi akhirnya juga menjadi seorang politisi. Bukan sesuatu yang kebetulan jika seseorang dari keluarga artis kemudian juga menjadi artis. Bukan sesuatu yang kebetulan jika seseorang dari keluarga pedagang akan menjadi pedagang yang handal. Apa-apa yang dikerjakan oleh seseorang sebenarnya meniru dari orang-orang tertentu yang dijadikan model, sengaja atau tanpa disengaja Dalam proses belajar meniru sering kali terjadi tanpa disadari. Seseorang meniru atau mencontoh lingkungan terdekatnya. Seseorang meniru atau mencontoh orang-orang yang paling berpengaruh terhadap dirinya. Pada ceritera di atas seorang anak sengaja atau tanpa sengaja, tanpa disadari telah meniru atau mencontoh orang-orang yang paling berpengaruh terhadap dirinya yang dijadikan model dan berasal dari lingkungan terdekat, yaitu orang tuanya. Si anak yang bercita-cita menjadi politisi bisa berhasil menjadi politisi karena belajar meniru atau mencontoh orang tuanya yang paling berpengaruh terhadap dirinya yang juga adalah seorang politisi dan memberi dukungan kepada si anak untuk menjadi seorang politisi. Begitu juga halnya dengan si anak yang menjadi artis dan si anak yang menjadi pedagang.

Jadi, apabila lingkungan memberi dukungan dan orang-orang yang berpengaruh terhadap seseorang ternyata sebenarnya “yang diinginkan menjadi” maka besar kemungkinan seseorang akan berhasil menjadi apa yang diinginkan. Tetapi apabila lingkungan tidak begitu memberi dukungan dan orang-orang yang berpengaruh terhadap seseorang ternyata sebenarnya adalah “bukan yang diinginkan menjadi” maka sangat besar kemungkinan seseorang itu akan tersesat.



Baca Selanjutnya......

Jumat, 18 Juni 2010

SEPAK BOLA DAN KOSONG

Piala Dunia 2010 sudah digelar mulai hari Jumat, 11 Juni 2010 yang lalu. Pembukaannya dipusatkan di Stadion Soccer City, Johannesburg, Afrika Selatan. Penyelenggaraan Piala Dunia 2010 yang merupakan kegiatan olahraga di bidang sepak bola diikuti oleh 32 tim dari bebeberapa negara yang terbagi dalam delapan grup.

Bagi penggemar olahraga sepak bola Piala Dunia merupakan kegiatan yang sangat ditunggu-tunggu. Para penggemar sepak bola rela datang ke tempat pertandingan meskipun jarak domisili mereka sangat jauh dan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Bagi mereka jarak dan biaya tampaknya tidak menjadi persoalan asalkan mereka dapat menyaksikan tim kesayangan mereka berlaga di lapangan. Sedangkan bagi penggemar sepak bola yang tidak bisa datang ke tempat pertandingan cukup puas menyaksikan pertandingan di televisi yang disiarkan secara langsung. Ada yang menonton di televisi yang ada di rumah, ada juga yang bergabung pada “acara nonton bareng Piala Dunia 2010” yang diselenggarakan oleh pihak-pihak tertentu. Mereka rela begadang sampai larut malam menyaksikan tim-tim yang sedang berlaga.

Begitu gemarnya orang-orang nonton permainan sepakbola, lalu apakah hakikatnya yang disajikan oleh sepakbola? Pada sepakbola selain menyajikan keindahan dan kepiawaian para pemain mengunjukkan potensi kreativitas di kaki, juga menyajikan hakikat manusia (baca: pemain) yang teguh, kukuh, mengejar kosong. Bola adalah benda berbentuk bulat. Pada bilangan, nol adalah berbentuk bulat. Nol adalah kosong. Jadi bola pada sepakbola hakikatnya merupakan bulatan kosong.

Para pemain sepakbola mengejar bola yang kosong, lalu mengoper atau mengumpan bola yang kosong kepada teman satu tim yang berada atau berusaha berada di tempat yang strategis yaitu tempat yang kosong. Pemain sepak bola berusaha berkelit dari kawalan pemain lawan untuk bisa menempati tempat yang kosong. Dari tempat yang kosong seorang pemain menggiring bola yang kosong berusaha mencari tempat yang kosong dan berupaya sekuat tenaga menembus kosong. Puncaknya, adalah sang pemain berkonsentrasi penuh memasukkan bola yang kosong ke bagian gawang yang kosong pula. Keberhasilan menyarangkan “kosong ke kosong” itulah yang dimaknai sebagai kemenangan nan cemerlang. Dan, apabila hal itu terjadi maka “meledaklah” sorak sorai kegembiraan dari tim yang mampu menembuskan bola kosong ke gawang yang kosong maupun dari penonton.

Begitulah hakikat yang disajikan oleh sepak bola. Keindahan, kepiawaian, dan keteguhan untuk mencari, mengejar, membidik, dan menembus kosong. Keindahan, kepiawaian dan keteguhan mencari, mengejar, membidik, dan menembus kosong itulah, bagi saya, memberikan ketertarikan dan kesenangan nonton permainan sepakbola.


Baca Selanjutnya......

Sabtu, 12 Juni 2010

Makna Tebu Pada Saat Mejauman

Apabila Anda pernah ikut mengantar pengantin ke rumah pengantin perempuan saat mejauman pada perkawinan adat Bali, mungkin Anda akan melihat pohon tebu yang diikatkan pada kendaraan yang mengangkut kedua mempelai. Lalu apa makna pohon tebu tersebut ?


Setelah upacara awiwaha samkara (ngayab banten pekeraban) selesai umumnya akan dilanjutkan dengan upacara mejauman. Pada upacara mejauman pihak keluarga pengantin laki-laki mengantar kedua pengantin berkunjung ke rumah pengantin perempuan. Keluarga pihak pengantin laki-laki membawa bebanten (sesajen) untuk dipersembahkan ke hadapan roh leluhur pihak pengantin perempuan yang berstana di sanggah kemulannya (tempat pemujaan keluarga). Perlengkapan berupa bebanten (sesajen) itu disebut bebantenan jauman, yang berfungsi melaporkan kepada roh leluhur pihak pengantin perempuan bahwa sang pengantin perempuan telah pindah tempat tinggal dari keluarga pengantin perempuan ke keluarga pengantin pria.

Apabila rumah tempat tinggal pengantin perempuan cukup jauh dari rumah tempat tinggal pengantin laki-laki, saat mejauman biasanya keluarga pihak laki-laki menyiapkan kendaraan untuk mengangkut kedua pengantin, anggota keluarga maupun undangan yang akan ikut mengantar ke rumah pengantin wanita. Pada kendaraan yang mengangkut kedua mempelai diikatkan pohon tebu. Bisa jadi diantara pembaca, termasuk saya, ada yang bertanya-tanya apa makna kiasan atau simbul pohon tebu tersebut.

I Gusti Rai Partia, B.A. dalam bukunya Berbuat Benar Belum Tentu Baik menjelaskan makna pohon tebu dianalisis berdasarkan sifat-sifat yang ada pada pohon tebu. Sifat-sifat yang baik pada pohon tebu tersebut yang hendaknya dapat ditiru oleh pengantin baru yaitu :

Pertama, sifat pohon tebu itu adalah manis dari akar sampai dengan pucuknya. Walaupun sampai ke pucuk manisnya berkurang yang penting rasa manis tetap ada. Demikianlah hendaknya kedua pengantin itu hidup dalam suasana bermanis-manis (bermesra-mesraan) dari awal sampai akhir.

Kedua, pengantin laki-laki hendaknya jangan bersifat sebagai orang yang makan tebu, yaitu habis manis sepah dibuang.

Ketiga, tebu itu dapat hidup dalam segala iklim dari pantai sampai ke pegunungan. Maksudnya agar pengantin itu hidup rukun dalam suasana suka dan duka.

Keempat, sifat pohon tebu itu makin diperas makin bertambah manisnya. Maksudnya agar kebencian dibalas dengan kasih sayang dalam kehidupan bersuami istri. Kalau sang suami memarahi sang istri maka sang istri membalas dengan nada yang mampu melenyapkan kemarahan sang suami. Dengan demikian hidup rukun suami istri bisa tercapai.







Baca Selanjutnya......

Minggu, 28 Maret 2010

Percakapan Tentang Perkawinan Adat Bali

1. PENGANTAR

Setiap orang yang akan melaksanakan perkawinan haruslah menyadari arti perkawinan itu sendiri. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa (UU. No. 1 Tahun 1974).

Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita itu sepatutnya mendapat restu atau ijin dari kedua orang tua mereka. Hal ini untuk menghindari terjadinya kerenggangan setelah menjalani hidup berumah tangga. Oleh karena itu pada perkawinan adat Bali orang tua atau keluarga ke dua belah pihak ikut berperanan. Keluarga pihak pria (purusa) meminang anak wanita (pradhana) untuk diperisteri oleh putra keluarga pria (purusa).

Karena ada kegiatan meminang/nyuwaka/memadik, mau tidak mau akan ada pembicaraan diantara keluarga pihak pria (purusa) dengan keluarga pihak wanita (pradhana). Kendala yang sering dihadapi adalah bahwa ada anggota keluarga pihak pria (purusa) yang menghindar menjadi pembicara/juru bicara pada saat meminang/nyuwaka/memadik, kecuali dalam keadaan terpaksa. Mereka lebih suka memilih menjadi peserta atau pendengar yang baik karena belum atau tidak siap sebagai pembicara/juru bicara. Hal ini dikarenakan diantaranya : ada yang takut berbicara di hadapan orang banyak, kurang memahami apa yang harus disampaikan, atau kurang menguasai bertutur kata atau tata krama berbahasa khususnya berbahasa Bali halus.

Untuk mengatasi kendala tersebut saya rangkumkan contoh Percakapan Tentang Perkawinan Adat Bali. Materi pada contoh percakapan ini adalah percakapan tentang perkawinan dengan cara memadik. Dan, materi contoh percakapan ini dikhususkan untuk pembaca yang belum berpengalaman atau pembaca yang ingin menjadi pembicara/juru bicara pada perkawinan adat Bali. Percakapan ini hanya memuat pokok-pokoknya saja. Pengembangan lebih lanjut tergantung kepada kepandaian si juru bicara, dresta atau tata cara setempat, serta memperhatikan situasi dan kondisi setempat.

Saya menyadari bahwa, susunan materi pada contoh percakapan ini masih sangat kurang. Sumbangan pemikiran dari pembaca yang sudah berpengalaman akan sangat berguna untuk menyempurnakan materi contoh Percakapan Tentang Perkawinan Adat Bali agar bisa dipakai pedoman oleh generasi muda yang ingin belajar menjadi pembicara/juru bicara pada perkawinan adat Bali.

2. TAHAP PERSIAPAN

Setelah orang tua si pria (purusa) menerima pemberitahuan dari anak prianya bahwa ia akan mengawini seorang wanita dan orang tua si pria menyetujui, maka orang tua si pria atau orang yang ditunjuk dapat menanyakan hari baik (dewasa ayu) kepada orang yang memahami hari-hari baik (padewasan). Selanjutnya orang tua pihak pria/orang yang ditunjuk mendatangi rumah orang tua pihak wanita. Maksud kedatangannya adalah akan meminang anak wanita pihak keluarga wanita untuk dikawinkan dengan anak pria dari keluarga pihak pria.

Setelah mendengar maksud kedatangan orang tua/orang yang ditunjuk pihak keluarga pria, orang tua pihak wanita (walau menerima pinangan tersebut) biasanya meminta waktu untuk membicarakan lagi dengan pihak keluarganya yang lain.

Orang tua pihak pria/orang yang ditunjuk pun kemudian mengundang keluarga besarnya untuk menyampaikan rencana perkawinan anaknya, hasil pembicaraan dengan pihak orang tua wanita, dan hari baik yang telah ditentukan. Dibicarakan juga hari apa dan jam berapa akan meminang/nyuwaka/memadik ke rumah orang tua pihak wanita, dan menunjuk siapa-siapa nanti yang menjadi pembicara/juru bicara.
Keluarga pihak pria wajib memberitahukan hari dan jam kedatangan meminang/nyuwaka/memadik kepada orang tua pihak wanita setidak-tidaknya tiga atau dua hari sebelumnya.

3. MEMINANG/NYUWAKA/MEMADIK

Sebelum sampai pada pokok pembicaraan pada saat Meminang/Nyuwaka/Memadik, ada baiknya orang yang ditunjuk sebagai juru bicara pihak keluarga laki-laki/purusa mengetahui: lawan bicara, permasalahan, dan sasaran yang ingin dicapai.

Lawan bicara : keluarga pihak perempuan/pradana. Dapatkan informasi tentang kedudukan sosial di masyarakat pihak keluarga perempuan/pradana.
Permasalahan : hubungan cinta antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang akan dibicarakan untuk dipinang.
Sasaran ; bagaimana caranya agar orang tua/keluarga pihak perempuan merestui/mengijinkan anak perempuannya dikawini oleh anak laki-laki dari pihak keluarga laki-laki sehingga keduanya bisa menjadi suami isteri.

Isi Pembicaraan

Setelah menghaturkan sesajen “canang pengerawos” pembicaraan sudah bisa dimulai. Inisiatif memulai pembicaraan (pemahbah lan pangaksama) dapat dilakukan oleh keluarga pihak perempuan/keswakang/kapadik.

Juru Bicara Keluarga Perempuan

“Inggih nawegang titiang, menawi wenten malih sane patut pacang jantos? Yening nenten wenten bebawosan jagi kawitang titiang. (Bila tidak ada yang ditunggu lagi pembicaraan bisa dilanjutkan)
“Inggih penglingsir sane wangiang titiang, titiang saking keluarga iriki nunas mangda ledang ugi ngampurayang menawi wenten kirang langkung antuk titiang nyanggra pengerawuhe kadi mangkin. Taler antuk genah melinggih wyakti kadi kosekan pisan, nenten wenten genah melinggih”
“Sadurung ngelantur ring unteng bebawosan, lugrayang titiang ngaturang pangastungkara, nunas ica ring Ida Hyang Parama Kawi dumogi Ida asung wara nugraha ngicenin kerahayuan sareng sami. Om Swastyastu”.
“Inggih selantur ipun galahe mangkin pacang katur ring penglingsir saking ………(daerah asal keluarga laki-laki), napi menawi wenten sane jagi bawosang. Inggih, durusang”.


Juru Bicara Pihak Laki-Laki

(Kalau tidak ada pemahbah lan pangaksama dari pihak keluarga perempuan, dari pihak keluarga laki-laki dapat mengambil inisiatif memulai pembicaraan dengan : “Inggih, nawegang titiang, menawi wenten malih sane patut pacang jantos ? Yening nenten wenten titiang mapisarat pacang ngawit matur).

“Inggih nawegang titiang mantuka ring Pengelingsir saha semeton sinamian, nunas lugra, riantuk titiang prasangga purun ngewentenang atur. Pinih riin titiang ngaturang suksma antuk ledang ugi Pengelingsir sareng sami tangkilin titiang. Taler titiang nunas gung rena sinampura sekirang langkung atur titiang. Inggih, sedurung titiang mahbah indik tetujon pengerawuh titiang mangkin lugrayang titiang ngaturang pangastungkara, Om Swastyastu.

“Pengelingsir saha semeton sinamian, indik tetujon titiang rawuh sekadi mangkin boya sewos ngetut pidabdab anak alit titiang sane mewasta …………… mantuka ring anak alit isteri pengelingsir iriki, sane mewasta …………….
Anak alit titiang sampun mepitau ring titiang, ipun, anak alit titiang, sareng anak alit isteri iriki kocap sampun pada tresna. Anak alit titiang kocap tresna ring anak alit isteri iriki, anak alit isteri iriki kocap tresna ring anak alit titiang. Wentene tresna ketresnain punika anak alit titiang memanah pacang nincapang ke grehasta asrama. Punika mawinan titiang nangkilin pengelingsir iriki mapisarat nunas pikayun pengelingsire iriki ledang ngicenin panugrahan utawi pamargi sane antar mangdane anake alit makekalih praside matemu alaki rabi.
Inggih, titiang ngelungsur pikayunan pengelingsir mangda ledang ugi nagingin pinunas titiang matemuang anake alit makekalih.
Pengelingsir sane wangiang titiang, asapunika sane presida katur antuk titiang. Galah selantur ipun katur ring pengenter bebawosan”.

Pembawa acara/Pengenter bebawosan kemudian memberi waktu kepada juru bicara pihak perempuan untuk memberi tanggapan atas pembicaraan pihak keluarga laki-laki.

Juru Bicara Pihak Perempuan

“Inggih, pengelingsir sane wangiang titiang. Pangandikan pengelingsir wawu sampun kemanah antuk titiang. Kewiaktiane titiang durung pisan pratiyaksa ring perindikan anake alit. Titiang merasa nenten patut pacang nyogok utawi ngedetang kapitresnan anake alit. Sane mangkin titiang nunas galah abosbos. Titiang jagi netes ipun mangda iriki ring ajeng kesaksinin sareng sami".

Panggillah anak gadis yang dimaksud agar ikut bergabung bersama di tempat pembicaraan sehingga bisa disaksikan oleh orang-orang yang hadir, lalu tanyakan sebagai berikut :

“Ih, cening ne ada pengelingsir uli ………… mapikarsa lakar ngidih anake buka cening lakar petemuanga ajak anak alit idane ane madan ……………. apange presida cening ajak dadua metemu alaki rabi. Aji/Bapa tonden bani ngisinin utawi tusing ngisinin pikarsan pengeligsir uli ……. setonden Aji/Bapa netes anake buka cening. Nah, jani edengang isin keneh ceninge ane sujati. Yening cening tresna tur ada keneh cening lakar nganten dini orahin. Yening cening tusing tresna tur tusing ada keneh cening lakar nganten dini orahin di ajeng pengelingsire ajak mekejang. Pengidih Aji/Bapa, eda pesan cening ngapus. Cening sing tresna ngorahin tresna, keto masih cening tresna ngorahin tusing tresna. Yening cening ngapus sing ja cening ngapus ragan ceninge dogen, cening lakar ngapus pengelingsire ajak makejang ane ada di arep ceninge. Ane jani Aji/Bapa metakon teken ragan ceninge :
Kapertama : ada keneh cening lakar nganten ?
Kedua : yen ada keneh ceninge lakar nganten, apa ulian cening tresna apa ulian kepaksa ?

Setelah mendapat jawaban dari si gadis dan jawabannya “ya” dan “ulian tresna” maka pertanyaan dapat diteruskan ke anak pihak laki-laki, apakah betul yang dipinang adalah anak gadisnya dan apakah betul ia mencintai anak gadisnya. Apabila jawabannya “ya” maka jawaban atas permintaan juru bicara pihak laki-laki dapat disimpulkan.

“Inggih, pengelingsir sane wangiang titiang iwawu sami sampun miarsayang pesaut anake alit, wantah jakti pada tresna asih maka kalih tur sampun kebuktiang iriki sareng sami ring ajeng. Titiang ngaturang utawi nagingin sekadi pikarsan pengelingsire pacang matemuang anake alit maka kalih”

Juru Bicara Pihak Laki-Laki

“Inggih, nawegang titiang matur suksma pisan riantukan sampun kedagingin pinunas titiang mantuka ring anake alit iriki. Sane mangkin yening kepatutang saha kelugra titiang pacang ngelanturang matur indik pengambilan anake alit saha pidabdab titiang pacang ngelaksanayang pekala-kalaan miwah widhi widana”.
“Pengambilan anake alit pacang margiang titiang ring rahina ……… Sawatara dauh/jam …….. anake alit pacang ajak titiang ke ……. Upakara awiwaha samkara (ngayab banten pekeraban) manut pangerencana pacang kemargiang nemonin rahina …… kirang langkung dauh/jam …….. Sesampunan wusan awiwaha samkara, sawatara dauh/jam ….. titiang malih pacang nangkilin pengelingsire iriki. Taler titiang pacang muat ilen-ilen upakara merupa “ketipat bantal” maka serana mepamit anake alit. Upakara punika wastanin titiang “jauman”. Inggih, asapunika paweweh sane prasida katur antuk titiang”.

Setelah juru bicara pihak laki-laki selesai berbicara, pembawa acara akan mempersilahkan juru bicara pihak perempuan memberi tanggapan.
Apabila tidak ada halangan, biasanya pihak keluarga perempuan mempersilahkan melanjutkan apa yang telah direncanakan. Dan, apabila pembicaraan berjalan lancar, semua dapat diterima dengan baik, maka isi pembicaraan sudah dianggap selesai.

Penutup Pembicaraan

Karena pembicaraan sudah selesai, pembawa acara dapat menutup pembicaraan diantara kedua belah pihak.
“Inggih, pengelingsir sane wangiang titiang riantukan bebawosane sampun presida puput, iwawu titiang sane ngungkap bebawosane sane mangkin titiang sane nyineb antuk nguncarang paramasanti. Om, Shanti. Shanti, Shanti, Om.

4. MEJAUMAN ATAU MAKTA KETIPAT BANTAL

Mejauman atau makta ketipat bantal merupakan rangkaian dari upacara perkawinan. Mejauman atau makta ketipat bantal dapat dilakukan setelah selesai upacara widhi widana. Upacara mejauman atau makta ketipat bantal juga sering disebut dengan upacara mepamit.
Pada saat mejauman tidak terdapat lagi pembicaraan penting, sebab sudah dianggap selesai pada saat Nyuwaka/memadik. Akan tetapi karena ada serah terima antara manggala banjar/desa masing-masing yang bersangkutan, disamping beberapa nasehat dari para orangtua atau keluarga kepada kedua mempelai tentang kramaning alaki rabhi, maka akan terdapat pembicaraan sebagai berikut .

Pemahbah

Pemahbah lan pengaksama, sesudah menghaturkan canang pengerawos. Pengaksama ring sang tamiu kedulurin antuk nyambat sara saha pengastungkara. Contoh dapat dibaca pada pemahbah saat nyuwaka.

Isi/Daging Bebawosan

Setelah diberi kesempatan oleh pembawa acara, pembicaraan dapat dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki.
Inggih nawegang titiang mantuka ring pengelingsir sane kusumayang titiang, semeton sinamian sane wangiang titiang. Asapunika taler mantuka ring Manggala Adat, Manggala Praja/Dinas, riantuk ledang rawuh sareng nyaksiang upacara mejauman/makta ketipat bantal/mepamit, titiang ngaturang suksemaning manah. Kaping ajeng lugrahin titiang ngaturang pengastungkara, Om Swastyastu”.

“Inggih manut panomayan titiang sane …….(sebutkan bilangan hari, hari dan tanggal pembicaraan sebelumnya) , sane mangkin titiang ngerahuin malih pengelingsir saha semeton sinamian. Taler titiang muat upakara merupa “ketipat bantal” maka serana mepamit anake alit. Upakara punika wastanin titiang “jauman”.
Mungguing mepamit anake alit, manut niskala lan sekala. Ring niskala, ngaturang sembah bakti ring Merajan, mepamit ring Ida Betara Kawitan, ring Ida Dewa Hyang Guru, dumogi ledang Ida nyaksinin saha ngicenin wara nugraha mangda sida pacang nemu kerahajengan.
Ring sekala, mepamit ring guru rupaka, ring semeton, bebanjaran, miwah sane siosan manut ketah sane sampun memargi iriki.
Inggih ngiring sareng-sareng ngerastiti mangda anake alit maka kalih nemu kerahajengan, tur petemon anake alit prasida ajeg kepungkur wekas.
Inggih, asapunika sane prasida katur antuk titiang”.

Setelah pembicara pihak keluarga laki-laki mengakhiri pembicaraannya, maka pembawa acara dapat melanjutkan ke acara pemberian nasehat kepada kedua mempelai dan serah terima antar Manggala banjar/desa. Apabila upacara mepamit di Merajan sudah selesai, maka kedua mempelai diajak bergabung bersama pengelingsir keluarga kedua belah pihak.
Selanjutnya pembawa acara dapat memberi kesempatan kepada keluarga kedua belah pihak secara bergiliran untuk memberi nasehat kepada kedua mempelai.

Disini dikemukakan contoh pokok-pokok nasehat yang terlebih dahulu dapat diberikan oleh pihak keluarga laki-laki.

“Inggih riantuk wenten pikarsa mangda titiang ngewentenang piteket amatra mantuka ring anake alit maka kalih, nanging titiang nunas ampura menawi wenten atur titiang nenten mantuk ring pekayunan.
Petitis titiang ring sang kalih, sane mangkin janten sampun ngelarang “grhasta” inggih punika kebawos “mepikurenan”. Sane lanang mewasta “Kepala Keluarga”, sane istri mewasta “Ibu Rumah Tangga”.
Piteket titiang ring sane lanang, inggih punika :
Pertama, swadarmaning/tugas kewajiban sang kepala rumah tangga ane mebuat tuah patut ngeruruh pengupa jiwa, ngeruruh pebuktian apang ada anggon ngemertanin raga, somah, miwah pianak.
Kekalih, sayaga teken pidabdabe mesima karma (bermasyarakat), pemekasne teken sesame pada manusa. Yan suba nyama braya makejang pada tresna sih, ento anggon kesugihan ane pinih utama.
Ketiga, bakti teken sang Guru Rupaka (Meme Bapa), keto masih teken matua apang patuh pelakuanne sekadi guru rupaka pagelahan. Tan patut melaksana kadi sesenggak Baline, “nyandat di teba”, bungane sumpanngin/bungain punyane kiladin, artine pianakne ane jegeg juang reramane lemenahang.

Sane mangkin piteket titiang ring sane istri, inggih punika:
Pertama, menawi wantah sangkaning jatu karma mawinan prasida ketemu mepikurenan. Mawinan dados mesikian mepikuren janten sampun sangkaning tresna sane janten sampun ketiba ring sang suami. Pemekas nyandang limbakang tresnane punika mantuka ring matua, ipah, saha sane tios-tiosan. Taler tan dados lali ring Aji Biyang (Bapa Meme) maka guru rupaka yadiastun pacang metinggal saking natah iriki riantuk tan sida pacang naur kepiutangan ring rerama.
Kekalih, kasih sayang ring suami patut kedulurin antuk patibrata inggih punika setia dan jujur kepada suami.

Inggih asapunika prasida antuk titiang mepiteket ring sang kalih dumadak wenten pikenoh ipun.

Selanjutnya kesempatan diberikan kepada keluarga pihak perempuan untuk memberikan nasehat kepada kedua mempelai.
“Inggih riantuk wenten pikarsa mangda titiang ngewentenang piteket amatra pinaka bekel ipun anake alit pacang mepikuren. Nanging petitis titiang kepertama, ketuju mantuka ring pengelingsir pinaka peserah titiang saha metempahang anake alit.

- Inggih, ipun anak alit titiang kantun wimuda durung pisan pratyaksa ring tata caraning alaki rabhi. Sane mangkin titiang nunas ring pengelingsir mangda ledang mepica pengajah ring separi polahing mesima, medesa, mebebanjaran, mepikurenan, miwah sakaluir ipun, janten sampun sewos desa sewos taler sima kramane.

- Asapunika taler ring sang Manggala, ledang ugi nerima ipun belog pacang misarengin pidabdabe ring banjar/desa pekraman

- Pet prade pungkuran wenten wicara, ngiring puputang wicarane punika nganutin sekadi pemargine mangkin mepengancan antuk arsa pada arsa

Selanturne petitis titiang kaping kalih ketiba ring anake alit maka kalih dumadak wenten kewigunan ipun.

- Mapan suba lakar ninggal swadarmaning Brahmacari ngardi ane madan Grhastha (berumah tangga), sing ja abedik gegodane. Gegodane ane paling utama tuah teka uli di deweke. Yen sida baan ngutsahayang, gegodane ane wit saking pedewekan ento nyandang kelidin apan ngerananyang tan rahayu pekurenane.

- Salinin laksanane. Eda nu ngaba laksana kadi nu bajang. Anutin laksanane kadi swa dharmaning “grhastha” mapan suba madan mepikuren. Cara sesonggan Baline, yen goba twara sida antuk ngesehin, nanging laksanane patut nganutin unduk.

- Nah, ene cening istri, sawireh cening lakar metilar uli jumah dini ene gisi pabesen Bapa/Aji: “ Dija ja cening megenah, tanahe ditu langkahin langite ditu sulubin”.

“Inggih pengelingsir sinamian, asapunika sida antuk titiang mapaungu atur. Pet wenten atur titiang sane nenten mantuk ring pekayunan titiang nunas geng rena sinampura”.

Kini giliran para manggala diberi kesempatan berbicara secara bergiliran berkenaan dengan serah terima antar manggala. Kesempatan pertama dapat diberikan kepada manggala dari pihak perempuan.

Manggala Praja/Dinas

“Inggih nawegang titiang mantuka ring pengelingsir sane wangiang titiang, para manggala dinas lan manggala adat sane wangiang titiang, titiang prajuru dinas saking banjar/desa ….. purun prasangga nyarengin bebawosan pengelingsir sinamian. Titiang nunas ampura antuk tambet tan uning matur, janten sampun nenten mantuk ring sejeroning pikayun.
Indik bebawosan sane piragi titiang iwawu sampun becik pisan. Sotaning titiang dados prajuru dinas, taler nyarengin mapaungu atur sapari indik anake alit istri warga banjar/desa titiange sane keambil ke …………
Mantuka ring prajuru dinas ring banjar/desa…… ring rahina …… tanggal …….. titiang melepas/nyerahang cacah jiwa warga titiang sane mewasta …….. ring manggala dinas banjar/desa …… saha mepiteges, rikanjekan ngewilangan surat-surat titiang misadia pacang ngelepas saking penduduk iriki saha ngewantu muputang surat-surat sane keperluang.
“Inggih pengelingsir sinamian, asapunika sida antuk titiang mapaungu atur.

Penyerahan oleh prajuru dinas banjar/desa dari pihak perempuan selanjutnya ditanggapi oleh prajuru dinas banjar/desa pihak laki-laki setelah diberi kesempatan oleh pembawa acara.

“Inggih nawegang titiang mantuka ring pengelingsir sane wangiang titiang, para manggala dinas lan manggala adat sane wangiang titiang, titiang prajuru dinas saking banjar/desa ….. purun prasangga nyarengin matur. Titiang nunas ampura pet prade wenten atur titiang nenten mantuk ring sejeroning pikayun.
Sotaning titiang dados prajuru dinas, taler nyarengin mapaungu atur sapari indik penyerahan cacah jiwa anake alit istri saking manggala dinas banjar/desa …..…………
Mantuka ring prajuru dinas banjar/desa…… ring rahina …… tanggal …….. titiang prajuru dinas banjar/desa…….. nerima penyerahang jajah jiwa anak alit istri sane mewasta …….. saha jagi unggahang titiang ring buku register kependudukan banjar titiang.
Taler titiang nunas ring prajuru dinas mangda ledang ngicenin “surat keterangan perpindahan penduduk” sane kebuatang anggen ngerereh “surat/akte perkawinan”, “kartu keluarga”, miwah sane tiosan nganutin uger-uger Guru Wisesa.
Inggih pengelingsir sinamian, asapunika sida antuk titiang mapaungu atur”.

Manggala Adat

Manggala/prajuru adat banjar/desa yang menyertai/menjadi saksi perkawinan adat Bali, pada saat mejauman diberi juga kesempatan untuk berbicara. Terlebih dahulu kesempatan itu dapat diberikan kepada manggala adat dari pihak perempuan.

“Inggih nawegang titiang mantuka ring pengelingsir sane wangiang titiang, para manggala dinas lan manggala adat sane wangiang titiang, titiang prajuru adat saking banjar/desa ….. purun prasangga nyarengin bebawosan pengelingsir sinamian. Titiang nunas ampura antuk tambet tan uning matur, janten sampun nenten mantuk ring sejeroning pikayun.
Titiang dados prajuru adat, taler nyarengin mapaungu atur sapari indik anake alit istri warga banjar/desa adat titiange sane keambil ke …………
Mantuka ring prajuru adat ring banjar/desa…… ring rahina …… tanggal …….. titiang melepas/nyerahang cacah jiwa warga titiang sane mewasta …….. ring manggala adat banjar/desa …… saha metempahang anak alit istri warga titiang.
Sampunang waneh ngicenan pengajah ring anake alit istri mangda sida antuka nganutin tata cara sane manggeh irika. Wenten sane kebawos desa mawa cara, janten sampun sewos desa sewos sima kramane.
“Inggih pengelingsir sinamian, asapunika sida antuk titiang mapaungu atur.

Penyerahan oleh prajuru adat banjar/desa dari pihak perempuan selanjutnya ditanggapi oleh prajuru adat banjar/desa pihak laki-laki setelah diberi kesempatan oleh pembawa acara.

“Inggih nawegang titiang mantuka ring pengelingsir sane wangiang titiang, para manggala dinas lan manggala adat sane wangiang titiang, titiang prajuru adat saking banjar/desa ….. purun prasangga nyarengin matur. Titiang nunas ampura pet prade wenten atur titiang nenten mantuk ring sejeroning pikayun.
Sotaning titiang dados prajuru adat, taler nyarengin mapaungu atur sapari indik penyerahan cacah jiwa anake alit istri saking manggala adat banjar/desa …..…………
Mantuka ring prajuru adat banjar/desa…… ring rahina …… tanggal …….. titiang prajuru adat banjar/desa…….. nerima penyerahang cacah jiwa anak alit istri sane mewasta …….. saha jagi unggahang titiang ring buku register banjar adat titiang. Taler anak alit istri jagi iring titiang nyarengin pidabdabe ring banjar pekraman, rawuh ring desa pekraman.
Inggih pengelingsir sinamian, asapunika sida antuk titiang mapaungu atur”.

Penutup

Setelah selesai pemberian nasehat kepada kedua mempelai maka pembicaraan sudah selesai, dan pembawa acara dapat segera mengakhiri/menutup pembicaraan.
“Inggih pengelingsir sareng sami sane wangiang titiang, manggala dinas lan manggala adat sane wangiang titiang, menawi bebawosan sampun puput. Dwaning titiang sane ngungkab bebawosanne titiang taler sane nyineb. Sedurung kesineb, titiang nenten lali nunas sinampura pet wenten atur titiang sane nenten munggah ring pikayun. Bebawosane jagi sineb titiang antuk nguncarang paramashanti, Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.

Baca Selanjutnya......

Jumat, 19 Maret 2010

Rumput Dan Pohon

Rumput dan pohon adalah dua sahabat. Karena lekatnya persahabatan diantara mereka,  keduanya selalu ingin bersama-sama baik dalam keadaan suka maupun duka.  Dimana ada rumput disitu  ada pohon. Begitulah keinginan  mereka.

Dengan berjalannya waktu, pertumbuhan dan perkembangan fisik kedua sahabat itu berbeda. Rumput tumbuh dan berkembang dengan  fisik yang lunak dan tumbuhnya pendek. Sedangkan pohon tumbuh dengan  fisik yang kuat dan tumbuhnya tinggi.
Karena keadaan fisik diantara dua sahabat itu berbeda, pada suatu hari rumput menyampaikan isi hatinya kepada pohon.
“Wahai, sahabatku. Aku sering merasa iri kepadamu’, kata si umput
“Ada apa kawan? Tidak seperti biasanya kamu berkata seperti itu”, sahut  si pohon
“Bagaimana aku tidak iri. Tubuhmu yang jangkung  menjulang tinggi memungkinkan kamu setiap hari melihat indahnya sinar matahari yang terbit di pagi hari dan indahnya senja saat matahari terbenam. Juga kamu bisa melihat pemandangan alam yang indah sampai sejauh mata memandang. Daun-daunmu yang rimbun menambah wibawamu”, jelas si rumput. Setelah menenangkan diri sesaat, si rumput melanjutkan pembicaraannya, “Sedangkan aku, tubuhku pendek. Tiap hari hanya bisa memandang langit di atas dan batangmu saja. Aku ingin sekali bisa seperti kamu”.                                                 
“Jangan menyesali diri dulu, sahabat. Memang betul apa yang kamu katakan. Tetapi kamu belum pernah merasakan apa yang aku rasakan”, hibur si pohon.                                                                                “Setiap hari aku merasakan teriknya sinar matahari di siang hari, lebih-lebih di saat musim kemarau. Juga akulah yang paling dulu dan paling keras merasakan kencangnya tiupan angin, apalagi di saat ada badai angin. Sampai-sampai kepalaku pusing digoyang kiri kanan”, lanjut si pohon.
Dari ceritera rumput dan pohon di atas, siapakah sebenarnya yang hidupnya lebih beruntung ?
Dalam menjalani kehidupan kita dihadapkan pada pilihan. Setiap pilihan ada resikonya. Memilih mau jadi rumput ataukah mau jadi pohon, keduanya  ada resikonya.                                                                                                                             Bila memilih jadi pohon, resikonya adalah semakin tinggi pohon tiupan angin yang diterima akan semakin kencang.  Bila memilih jadi rumput, resikonya adalah asal tahan dinjak-injak.                                                            

Baca Selanjutnya......

Rabu, 17 Maret 2010

NYEPI : Merayakan Tahun Baru Dengan Sunyi

Pada hari Selasa, 16 Maret 2010 adalah merupakan tahun baru umat Hindu di Indonesia, yaitu tahun baru Saka. Tahun baru Saka diperingati setiap tahun oleh umat Hindu yaitu pada penanggal apisan sasih kedasa (tanggal satu bulan ke sepuluh dalam tarikh Bali), sehari setelah tilem kesanga (ke sembilan), yang  biasanya jatuh pada bulan Maret tahun Masehi. Pada tahun 2010 ini tahun baru Saka sudah memasuki tahun 1932.



Di Bali, perayaan tahun baru Saka dirayakan dengan Hari Nyepi. Berbeda dengan tahun baru Masehi yang biasanya dirayakan dengan kemeriahan, pada tahun baru Saka yang merupakan Hari Nyepi  umat Hindu justru dilarang keluar rumah. Di Bali, Nyepi bahkan diwujudkan dengan kesunyian yang seragam dan serentak. Namanya Nyepi sipeng.  Pada saat Nyepi jagat Bali sunyi  selama sehari  non stop. Pada malam hari gelap gulita karena penerangan ditiadakan atau digunakan seminim mungkin.  Selama sehari  itu segala aktivitas  diistirahatkan. Pelabuhan udara maupun pelabuhan laut yang menghubungkan pulau Bali dengan dunia luar ditutup. Pusat-pusat kegiatan ekonomi, perkantoran,  juga ditutup.  Bahkan, Nyepi tahun Saka 1932 ini untuk  pertama kalinya semua stasiun televisi (dan radio) tidak melakukan siaran di Bali. 

 Pada saat Nyepi umat Hindu  diajak diam, bersamadi, melakukan kilas balik dan merenungkan seluruh peristiwa yang terjadi. Umat diajak  menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan hiburan duniawi (amati lelanguan), menahan diri untuk tidak menyalakan api (amati gni), menahan diri untuk tidak melakukan  rutinitas kerja yang melelahkan (amati karya), menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan bepergian (amati lelungan). Keempat larangan melakukan kegiatan pada saat Nyepi  tersebut disebut dengan Catur Brata Penyepian.

Nyepi memberi  manusia ruang dan waktu sesaat merenung untuk merasakan seperti apa rasanya tiada. Dalam kehidupan sehari-hari, setelah jenuh disibukan oleh rutinitas, jenuh oleh hiruk pikuk kehidupan kota, maupun dijenuhkan oleh kesibukan melakukan aktivitas                                                    di bidang ekonomi, manusia  merindukan sesaat berada dalam  kesunyian,ketenangan.                                                                         Untuk mengobati kerinduannya itu lalu manusia pun berusaha mencari dan mendapatkan sunyi, tenang. Entah dengan beristirahat di daerah pegunungan, entah berlibur ke pulau sepi. Di tempat sepi seperti itu manusia ingin lepas dari rutinitas, lepas dari keriuhan hiruk pikuk kehidupan kota, lepas dari kesibukan sebagai mesin ekonomi.

 Nyepi mengajak manusia untuk menghentikan segala aktivitas sehingga alam semesta (makrokosmos), diri manusia (mikrokosmos) jadi hening, jernih, bersih. Setelah  diubek-ubek selama setahun alam semesta (makrokosmos), diri manusia (mikrokosmos) menjadi keruh. Maka untuk menjernihkannya kembali perlu dilakukan pengheningan. Ibarat air telaga setelah habis diubek-ubek  air telaga akan menjadi keruh.  Pengheningan air telaga hanya dapat dilakukan dengan mendiamkan sehingga air telaga menjadi tenang.  

Pada saat Nyepi berdiam diri, merenung, bersamadi,  dan tidak melakukan aktivitas sehari penuh bukanlah pekerjaan yang mudah. Tidak sedikit orang yang sangat gelisah karena dilarang ke luar rumah sekalipun itu hanya sehari dalam setahun. Mereka yang terbiasa keluyuran di jalan  diharuskan diam di rumah sehari penuh. Mereka yang terbiasa dengan kehidupan terang benderang diharuskan berada dalam kegelapan. Mereka yang tiap hari berhitung dengan “untung rugi” harus rela kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan. Memang tidak mudah melakukan pekerjaan yang tidak biasa dilakukan. Butuh kemauan dan kesadaran yang tumbuh dari diri sendiri untuk mencoba secara teratur dan perlahan-lahan. Berbahagialah mereka yang dapat menjinakkan diri sendiri.


Sumber : Dari berbagai sumber



Baca Selanjutnya......

Senin, 15 Maret 2010

Hari Nyepi



Mengosongkan Diri Untuk Siap 
Menerima Isi Baru Yang Lebih Segar


Baca Selanjutnya......

Minggu, 14 Maret 2010

Melasti Dalam Gambar

Sebelum hari raya Nyepi, diadakan upacara Melasti atau Melis.  Upacara Melasti atau Melis merupakan rangkaian dari hari raya Nyepi. Umumnya Melasti atau Melis dilaksanakan empat  atau tiga hari sebelum Nyepi.

Tujuan Melasti atau Melis adalah untuk menghilangkan segala kekotoran diri dan alam serta mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera. Samudera adalah lambang lautan kehidupan yang penuh dengan suka dan duka. Dalam gelombang samudera kehidupan itulah kita mencari sari-sari kehidupan.

Di Bali umat Hindu melaksanakan upacara Melasti atau Melis dengan mengusung pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati yang tulus ikhlas, tertib, dan khidmat menuju samudera atau mata air lainnya yang dianggap suci. Pratima adalah merupakan lambang wahana Ida Bhatara.

Setelah sampai di pantai  yang dituju, upacara dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap ke laut. Dan, setelah upacara Melasti atau Melis usai dilakukan pratima dan segala perlengkapannya diusung ke Balai Agung di Pura Desa.  
Sumber : Ketut Wiana, www.iloveblue.com


Berikut adalah gambar-gambar kegiatan Melasti atau Melis pada hari Sabtu 13 Maret 2010 sebagai rangkaian hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1932, Selasa 16 Maret 2010


PECALANG (Tenaga Pengaman Tradisional) ikut membantu mengatur kelancaran  sepanjang perjalanan Melasti menuju ke laut.




Beberapa desa masih mempertahankan kegiatan Melasti dengan berjalan kaki  pergi pulang dengan jarak tempuh hingga belasan atau puluhan kilometer

                                       

                                                                                                                              
















Pralingga atau pretima yang merupakan lambang wahana Ida
Bhatara ditempatkan pada joli dan diusung dengan hati yang tulus
ikhlas, tertib, dan khidmat menuju samudera atau sumber mata 
 mata air lainnya yang dianggap suci                                                                                                                                                                                                                                                                                    

Samudera adalah salah satu sumber mata air yang menjadi tempat Melasti atau Melis


             

Perjalanan yang panjang akhirnya sampai juga ke pantai



Setelah sampai di pantai, perjalanan masih 
diteruskan menuju tempat upacara.



Upacara Melasti dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap ke laut. 


Tenaga penyelamat pantai pun ikut menjaga keselamatan peserta Melasti 



Pedagang pun tak mau ketinggalan mengais rejeki   dengan berjualan diantara umat yang sedang istirahat saat Melasti 











                         








Baca Selanjutnya......

Kamis, 11 Maret 2010

Lebih Besar Pasak Daripada Tiang

Kebanyakan orang menginginkan hidup dalam kemakmuran. Kemakmuran yang dimaksud adalah suatu kondisi dimana semua kebutuhan materi dapat dipenuhi dengan baik. Dan, kebutuhan merupakan suatu perasaan kekurangan yang menimbulkan keinginan untuk dipenuhi. Untuk bisa mencapai kemakmuran yang diinginkan harus tersedia materi yang cukup untuk bisa dipakai memenuhi kebutuhan hidup secara merata.

Untuk memperoleh ketersediaan materi yang cukup agar bisa memenuhi aneka kebutuhan secara merata memerlukan adanya pengorbanan. Pengorbanan itu bisa berupa pengorbanan sejumlah uang untuk membeli materi (barang dan jasa), maupun pengorbanan bentuk lainnya. Apabila pengorbanan itu berupa sejumlah uang maka harus ada penghasilan yang cukup untuk membiayai pengorbanan tersebut. Akan tetapi tidak semua orang memperoleh keberuntungan bisa hidup dalam keadaan berkecukupan. Bukan saja disebabkan oleh karena mereka tidak mempunyai penghasilan yang cukup, melainkan ada diantaranya karena  kurang pas mengelola pemenuhan kebutuhannya.
Orang yang kurang pas mengelola pemenuhan kebutuhannya akan  selalu merasa kekurangan, meskipun memperoleh penghasilan dengan jumlah yang besar. Apalagi hidup jaman sekarang jauh lebih mudah asalkan ada uang.  Asal punya uang, kemudahan, kenikmatan, kenyamanan dengan mudah diperoleh. Tetapi, dibalik kemudahan, kenikmatan, kenyamanan, ada hal-hal yang memberatkan yang kadang-kadang menjadi beban yang berat. Kalau kemudahan, kenikmatan, kenyamanan, sudah dipatok menjadi standar hidup akan dapat membawa dampak pada kehidupan layaknya “lebih besar pasak dari pada tiang”.  Utang bisa jadi menumpuk. Penghasilan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup untuk waktu tertentu. Penghasilan yang  diterima lebih banyak habis justru untuk membiayai pemenuhan kebutuhan yang sifatnya  tidak mendesak, atau bahkan untuk membayar angsuran  pelunasan utang-utang.  Hal ini tentu menjadikan beban yang berkelanjutan  bagi yang bersangkutan.
Sebagai ilusstrasi ikuti ceritera berikut. Ada seorang pegawai yang bekerja pada satu kantor. Sebut saja namanya Rajas (bukan nama sebenarnya). Ia sudah kawin dan mempunyai dua orang anak. Di kantornya Rajas dipercaya memegang jabatan tertentu  sehingga penghasilan  yang diterima per bulan  lumayan besar. Akan tetapi Rajas mempunyai keinginan untuk selalu terdepan dalam mengikuti tren jaman. Ia juga punya kesenangan berbelanja. Kalau Rajas melihat barang-barang tertentu, dan ia menyukai barang itu akan dibelinya. Ia tidak berfikir dua kali, apakah barang-barang yang dibeli itu sangat dibutuhkan atau tidak. Apalagi pada jaman sekarang cukup mudah medapatkan barang-barang kebutuhan. Pembayarannya pun dapat dilakukan dengan mencicil.
Karena merasa punya penghasilan tetap, dan adanya kemudahan mendapatkan barang-barang kebutuhan yang pembayarannya dengan mencicil, plus punya kesenangan berbelanja membuat Rajas tidak bisa membendung hasratnya untuk memiliki barang-barang baru yang sedang ngetren. Dari busana, handphone, kendaraan, sampai peralatan rumah tangga maupun barang-barang kebutuhan lainnya. Barang-barang yang dibeli itu semuanya dibayar dengan cara mencicil lewat pemotongan gaji yang diterima setiap bulan. Akibatnya setiap bulan Rajas menanggung beban cicilan utang yang cukup banyak. Karena banyaknya potongan untuk membayar cicilan, penghasilan yang dibawa pulang oleh Rajas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya selama sebulan. Untuk mencukupi kekurangannya Rajas terpaksa harus ngutang sana sini.  Pada akhirnya, untuk bisa memenuhi kebutuhannya dan keluarganya terpaksa Rajas melakukan langkah “gali lubang tutup lubang”. Lalu, adakah yang salah pada tindakan Rajas ?
Dalam pemenuhan kebutuhan hidup sendiri dan  keluarga tentu kita tidak ingin terperangkap dalam langkah “gali lubang tutup lubang”. Oleh karena itu, kita perlu menyadari, bahwa tidak mungkin kita dapat memenuhi semua kebutuhan sendiri dan kebutuhan keluarga yang banyak dan beranekaragam dengan penghasilan yang diterima per bulan, yang jumlahnya terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan yang banyak dan beranekaragam sesuai penghasilan yang diterima kita perlu melakukan pilihan ekonomi. Melakukan pilihan ekonomi, yaitu memilih kebutuhan mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu dan kebutuhan mana yang harus ditunda atau bahkan dikorbankan. Dalam istilah lain kita melakukan skala prioritas. Kebutuhan yang sifatnya mendesak kita prioritaskan dipenuhi lebih dahulu. Sedangkan kebutuhan yang tidak segera harus dipenuhi bisa kita penuhi di kemudian hari. Dengan melakukan skala prioritas  kita dapat memilih perbandingan yang terbaik antara kebutuhan yang dapat terpenuhi dengan kebutuhan yang dikorbankan sesuai dengan penghasilan/uang yang dimiliki. Dengan skala prioritas kita dapat mengelola pemenuhan kebutuhan yang banyak dan beraneka ragam tersebut. Ternyata Rajas tidak mengambil pilihan ini. 

Baca Selanjutnya......

Sabtu, 20 Februari 2010

Jadikan Guru, Inspirasi Dalam Belajar

Interaksi antara murid dan guru terjadi sejak seseorang memasuki usia sekolah. Pada saat itu murid sudah mulai berkenalan dengan guru di sekolah. Juga sudah mulai ada penempatan guru sebagai sumber belajar bagi murid. Awalnya murid diajak belajar sambil bermain. Selanjutnya, murid belajar mengenal huruf atau lambang-lambang. Sesuai dengan perkembangan murid, tahap pembelajaran pun berkembang. Murid memperoleh aneka kecakapan dari guru, mulai dari kecakapan membaca, menulis, berhitung, sampai kecakapan yang lebih tinggi, termasuk di bidang pengetahuan agama.

Dalam perkembangan hidupnya, murid dapat belajar banyak hal dari berbagai sumber yang berbeda. Orang tua, saudara, teman, buku, media masa, lingkungan, dan lainnya, dapat dijadikan sumber belajar oleh murid. Sumber belajar tersebut mengajarkan banyak hal kepada murid, baik hal-hal yang bersifat positif maupun hal-hal yang bersifat negatif.

Belajar merupakan usaha sadar menuju ke perkembangan yang lebih baik. Yang menentukan apakah murid akan mengalami kemajuan dalam belajar, bukan pada pertanyaan apakah gurunya berkualitas, tetapi apakah murid memiliki potensi atau kualifikasi sebagai murid. Jika murid tidak mempunyai potensi atau kualifikasi atau kualitas, betapa pun hebatnya guru tidak akan banyak membantu. Keberhasilan murid menuju ke perkembangan yang lebih baik ditentukan oleh kemampuannya menggunakan potensi yang dimiliki untuk belajar, baik belajar untuk belajar maupun belajar untuk memperbaiki taraf hidupnya.

“Kekurangan” dapat dijadikan motivasi diri oleh murid untuk belajar kalau tidak mau hidup dalam kegelapan atau kebodohan. Apalagi sampai “menyalahkan” sebuah keadaan yang dijadikan penghalang untuk memperoleh keberhasilan. Kenyataan di lingkungan dapat dijadikan contoh, bahwa kekurangan bukanlah penghambat untuk mencapai keberhasilan. Ada murid yang berlatar belakang keluarga kurang mampu, prestasinya justru mengungguli murid yang berasal dari keluarga kaya. Juga ada murid yang berasal dari keluarga petani mampu mencapai prestasi belajar yang bagus, jauh lebih bagus dari murid yang berasal dari keluarga pengusaha atau orang tuanya pegawai kantoran. Bukan saja keunggulan itu di tingkat sekolah tetapi juga di tingkat yang lebih tinggi. Murid yang demikian tidak akan “menyalahkan” keadaan orang tuanya yang kurang mampu secara ekonomi. Bagi mereka kekurangan dapat dijadikan sumber kekuatan belajar untuk nantinya bisa memperbaiki taraf hidupnya.

Murid yang mempunyai potensi besar dapat menjadikan guru sebagai inspirasi yang mampu mengantarnya belajar. Nama guru dapat dijadikan pendorong untuk mencapai kemajuan. Apa yang dikatakan guru dijalankan dengan penuh keyakinan. Disuruh atau tidak disuruh oleh gurunya seorang murid harus selalu menurut/tunduk terhadap kewajiban untuk belajar. Sedangkan murid yang egois tidak akan pernah bisa belajar dengan baik, sebab pikirannya dipenuhi oleh keraguan atau kebimbangan. Murid yang demikian tidak memfokuskan pikiran dan perbuatannya pada tujuan yang dipelajari. Ada guru pun ada saja alasan yang dibuat untuk menghindari diri dari kewajiban untuk belajar.

Dalam menjadikan guru inspirasi dalam belajar, tokoh murid yang bernama Bambang Ekalawya pada Mahabharata dapat dijadikan rujukan. Bambang Ekalawya, yang belajar ilmu memanah, berguru pada Drona. Meskipun Drona diwujudkan dalam bentuk patung, Bambang Ekalawya mampu belajar darinya. Setiap mengawali dan mengakhiri latihan ia selalu hormat pada patung Drona, walau hanya sebagai Guru imajinasinya saja. Kecintaannya pada ilmu yang dipelajari yaitu panah memanah, dan kecintaannya pada Drona membuatnya mengarahkan pikiran dan perbuatannya kepada tujuan yang dipelajari. Demikianlah konon cara Bambang Ekalawya belajar. Dalam waktu yang singkat ia mendapatkan dirinya sudah mampu mempelajari ilmu memanah dengan cepat. Bambang Ekalawya bisa menjadi pemanah yang hebat, bahkan kehebatannya memanah mampu mengalahkan kehebatan memanah Arjuna.,

Baca Selanjutnya......