Sabtu, 20 Februari 2010

Jadikan Guru, Inspirasi Dalam Belajar

Interaksi antara murid dan guru terjadi sejak seseorang memasuki usia sekolah. Pada saat itu murid sudah mulai berkenalan dengan guru di sekolah. Juga sudah mulai ada penempatan guru sebagai sumber belajar bagi murid. Awalnya murid diajak belajar sambil bermain. Selanjutnya, murid belajar mengenal huruf atau lambang-lambang. Sesuai dengan perkembangan murid, tahap pembelajaran pun berkembang. Murid memperoleh aneka kecakapan dari guru, mulai dari kecakapan membaca, menulis, berhitung, sampai kecakapan yang lebih tinggi, termasuk di bidang pengetahuan agama.

Dalam perkembangan hidupnya, murid dapat belajar banyak hal dari berbagai sumber yang berbeda. Orang tua, saudara, teman, buku, media masa, lingkungan, dan lainnya, dapat dijadikan sumber belajar oleh murid. Sumber belajar tersebut mengajarkan banyak hal kepada murid, baik hal-hal yang bersifat positif maupun hal-hal yang bersifat negatif.

Belajar merupakan usaha sadar menuju ke perkembangan yang lebih baik. Yang menentukan apakah murid akan mengalami kemajuan dalam belajar, bukan pada pertanyaan apakah gurunya berkualitas, tetapi apakah murid memiliki potensi atau kualifikasi sebagai murid. Jika murid tidak mempunyai potensi atau kualifikasi atau kualitas, betapa pun hebatnya guru tidak akan banyak membantu. Keberhasilan murid menuju ke perkembangan yang lebih baik ditentukan oleh kemampuannya menggunakan potensi yang dimiliki untuk belajar, baik belajar untuk belajar maupun belajar untuk memperbaiki taraf hidupnya.

“Kekurangan” dapat dijadikan motivasi diri oleh murid untuk belajar kalau tidak mau hidup dalam kegelapan atau kebodohan. Apalagi sampai “menyalahkan” sebuah keadaan yang dijadikan penghalang untuk memperoleh keberhasilan. Kenyataan di lingkungan dapat dijadikan contoh, bahwa kekurangan bukanlah penghambat untuk mencapai keberhasilan. Ada murid yang berlatar belakang keluarga kurang mampu, prestasinya justru mengungguli murid yang berasal dari keluarga kaya. Juga ada murid yang berasal dari keluarga petani mampu mencapai prestasi belajar yang bagus, jauh lebih bagus dari murid yang berasal dari keluarga pengusaha atau orang tuanya pegawai kantoran. Bukan saja keunggulan itu di tingkat sekolah tetapi juga di tingkat yang lebih tinggi. Murid yang demikian tidak akan “menyalahkan” keadaan orang tuanya yang kurang mampu secara ekonomi. Bagi mereka kekurangan dapat dijadikan sumber kekuatan belajar untuk nantinya bisa memperbaiki taraf hidupnya.

Murid yang mempunyai potensi besar dapat menjadikan guru sebagai inspirasi yang mampu mengantarnya belajar. Nama guru dapat dijadikan pendorong untuk mencapai kemajuan. Apa yang dikatakan guru dijalankan dengan penuh keyakinan. Disuruh atau tidak disuruh oleh gurunya seorang murid harus selalu menurut/tunduk terhadap kewajiban untuk belajar. Sedangkan murid yang egois tidak akan pernah bisa belajar dengan baik, sebab pikirannya dipenuhi oleh keraguan atau kebimbangan. Murid yang demikian tidak memfokuskan pikiran dan perbuatannya pada tujuan yang dipelajari. Ada guru pun ada saja alasan yang dibuat untuk menghindari diri dari kewajiban untuk belajar.

Dalam menjadikan guru inspirasi dalam belajar, tokoh murid yang bernama Bambang Ekalawya pada Mahabharata dapat dijadikan rujukan. Bambang Ekalawya, yang belajar ilmu memanah, berguru pada Drona. Meskipun Drona diwujudkan dalam bentuk patung, Bambang Ekalawya mampu belajar darinya. Setiap mengawali dan mengakhiri latihan ia selalu hormat pada patung Drona, walau hanya sebagai Guru imajinasinya saja. Kecintaannya pada ilmu yang dipelajari yaitu panah memanah, dan kecintaannya pada Drona membuatnya mengarahkan pikiran dan perbuatannya kepada tujuan yang dipelajari. Demikianlah konon cara Bambang Ekalawya belajar. Dalam waktu yang singkat ia mendapatkan dirinya sudah mampu mempelajari ilmu memanah dengan cepat. Bambang Ekalawya bisa menjadi pemanah yang hebat, bahkan kehebatannya memanah mampu mengalahkan kehebatan memanah Arjuna.,

Baca Selanjutnya......

Selasa, 09 Februari 2010

Waktu dan Cinta Sejati

Alkisah, nun jauh disana terdapat sebuah pulau kecil dimana Kekayaan, Kecantikan, Kebahagiaan, Kesedihan, Pengetahuan, dan segala perasaan lain termasuk Cinta, tinggal bersama. Suatu saat, mereka mendapati bahwa pulau yang mereka tinggali akan tenggelam. Tanpa membuang waktu mereka membangun kapal sendiri-sendiri untuk menyelamatkan diri. Ya, semuanya. Kecuali Kasih. Hanya dia yang memutuskan untuk tetap tinggal dan bertahan sampai saat terakhir. Ketika pulau itu hampir tenggelam, Kasih memutuskan untuk meminta tolong.

Kekayaan lewat di depannya dengan kapal pesiarnya yang mewah. Kasih berkata, “Maukah engkau membawaku?”
Jawab Kekayaan, “Tidak bisa. Banyak emas dan perak di kapalku. Kehadiranmu hanya menambah berat kapalku”.

Maka Kasih meminta tolong pada Kecantikan yang lewat dengan kapalnya yang indah. “Wahai Kecantikan, tolonglah aku”.
Jawab Kecantikan, “Aduh, maaf ya, aku tidak bisa menolongmu. Nanti kapalku rusak”.

Saat itu, Kesedihan lewat, dan Kasih memohon, “Kesedihan, bawalah aku bersamamu”.
Jawab Kesedihan, “Aduh sayang, aku ini begitu sedih. Aku ingin sendirian saja”.

Kebahagiaan juga lewat di hadapan Kasih, namun sayang, karena begitu gembira, ia tak mendengar seruan minta tolong temannya.
Tiba-tiba, “Ayo Kasih, ikutlah denganku”, seru seorang bijak. Saking gembiranya, Kasih naik ke kapalnya, sampai-sampai ia lupa menanyakan kemana tujuan mereka. Ketika mereka tiba di sebuah pulau, si bijak meninggalkan Kasih sendiri. Karena merasa sangat berutang budi pada si Bijak, Kasih bertanya kepada Pengetahuan, seorang bijak lainnya. “Siapa tadi yang menolongku?” “
Namanya WAKTU,” jawab Pengetahuan.
“WAKTU ? Tapi mengapa Waktu menolongku ?”
Pengetahuan tersenyum bijak dan berkata, ”Sebab hanya waktulah yang bisa memahami betapa berharganya Cinta Kasih itu”.

Sahabat, Waktu adalah batu ujian dari Cinta yang Sejati dan semua hal lainnya. Cinta Sejati tak lekang digerus sang Waktu. Bahkan, dengan bertambahnya waktu ia malah menjadi semakin berharga dan semakin langka. Nilainya semakin tinggi.


Sumber : Natasha, Edisi XIX Juli-Agustus 2009

Baca Selanjutnya......

Minggu, 07 Februari 2010

Prestasi dan Penghargaan

Eda ngaden awak bisa,
Depang anake ngadanin

Kalimat berbahasa Bali di atas kalau saya terjemahkan secara bebas berarti: janganlah (kita) merasa atau mengira diri sudah mampu atau pintar, biarkan orang lain menilai dan memberi nama. Saya memaknai kalimat tersebut mengandung pesan agar kita bersikap rendah hati, tidak menggembar-gemborkan kemampuan, kepintaran, atau kehebatan diri (yang kadang-kadang belum seberapa). Apalagi kemampuan, kepintaran, atau kehebatan diri yang digembar-gemborkan itu hanya sebatas wacana.

Sebagus dan sehebat apa pun ceritera kita tentang kemampuan, kepintaran, atau kehebatan diri, pada akhirnya kita harus dapat membuktikannya. Pada awalnya mungkin orang lain akan terkesan dengan apa yang kita ceriterakan. Mereka kagum dengan kemampuan, kepintaran, atau kehebatan diri kita. Tetapi apabila dikemudian hari kita tidak dapat membuktikan kemampuan, kepintaran, atau kehebatan diri dengan prestasi yang nyata, maka rasa terkesan atau rasa kagum orang lain itu tidak akan bertahan lama. Rasa terkesan dan rasa kagum itu secara perlahan akan sirna.

Jika kita memang orang yang mampu, pintar, atau hebat (sekali pun tanpa ceritera yang hebat dari diri kita), orang lain akan menemukan kehebatan itu lewat prestasi nyata yang kita hasilkan. Dalam perjalanan waktu kalau pun sesekali kita tidak mampu membuktikan apa yang kita ucapkan, orang lain mungkin akan mengabaikan atau memaafkan. Akan tetapi jika kita ingin meninggalkan kesan baik yang bertahan lama kita harus dapat membuktikan hasil nyata dari ucapan tersebut.

Oleh karenanya, kita harus membiasakan untuk menunjukkan kemampuan diri dengan tindakan nyata. Membiasakan diri mengggunakan kemampuan, kepintaran yang dimiliki (sekali pun kecil) untuk menghasilkan prestasi nyata. Orang lain akan memberi penilaian dan memberi nama atas hasil/prestasi dari tindakan kita. Mereka (orang lain) juga yang akan memberi penghargaan atas prestasi nyata kita. Kita tak akan pernah meraih penghargaan apapun dari orang lain tanpa melakukan sejumlah tindakan

Baca Selanjutnya......