Selasa, 07 Desember 2010

Atribut Lembaga Banjar

Bagi masyarakat Bali, kata banjar tentu sudah tidak asing lagi. Mereka yang bertempat tinggal (menetap) di suatu wilayah di Bali akan diikat dalam satu lembaga sosial yang dinamakan banjar. Banjar merupakan lembaga sosial atas dasar ikatan wilayah tempat tinggal.

Banjar, adalah merupakan pusat komunitas sekelompok masyarakat dengan subsistem dari sebuah desa yang memiliki kesatuan sosial adat baik dalam suasana duka maupun dalam suasana suka. Sebagai bentuk komunitas kecil, maka banjar di Bali memiliki peranan yang sangat penting sebagai lembaga sosial tradisional maupun sebagai wadah kegiatan upacara adat maupun upacara agama. Disamping itu banjar juga sebagai wadah pelaksanaan dari berbagai kegiatan baik dalam bidang ekonomi, masyarakat, maupun berbagai kegiatan pemerintah, seperti pendidikan, kesehatan, Keluarga Berencana, dan lain-lain.

Sesuai dengan fokus fungsinya, banjar dibedakan atas Banjar Adat dan Banjar Dinas. Banjar Adat dengan fokus fungsinya dalam bidang adat dan agama, dan secara struktural menjadi bagian dari Desa Adat. Banjar Adat dipimpin oleh Kelian Banjar Adat. Sedangkan Banjar Dinas dengan fokus fungsinya dalam bidang administrasi dan secara struktural menjadi bagian Desa Dinas. Banjar Dinas dipimpin oleh Kepala Dusun.

Sebagai lembaga sosial, banjar mempunyai atribut. Atribut diartikan sebagai lambang atau simbol sebagai ciri khas suatu banjar. Atribut/lambang/simbol sebagai ciri khas suatu banjar, diantaranya :

a. Bale Banjar

Bale (bahasa Bali), juga berarti “balai” (bahasa Indonesia) yang artinya gedung, rumah (umum), atau bangunan terbuka. Bale banjar mengandung arti suatu bangunan terbuka yang digunakan untuk kepentingan bersama warganya. Bale banjar juga merupakan balai atau bangunan tempat memusyawarahkan suatu masalah yang dihadapi oleh krama (masyarakat) banjar. Balai banjar juga dapat dipergunakan untuk melakukan suatu aktivitas oleh krama banjar, seperti kegiatan sosial. Umumnya lokasi bale banjar terletak pada lokasi yang mudah dicapai oleh krama (masyarakat) banjar.

b. Bale Kulkul dengan Kulkul

Bale (balai) Kulkul dengan kulkulnya (kentongan) merupakan salah satu atribut/lambang/simbol lembaga banjar. Kulkul (kentongan) merupakan alat komunikasi tradisional yang masih dilestarikan di daerah Bali. Bale (balai) kulkul dengan kulkul (kentongan) diadakan digunakan untuk mengumpulkan warga banjar pada waktu akan sangkep atau rapat, ada kematian, bergotong royong, ada bencana, atau ada kegiatan lain, dengan cara memukul atau membunyikan kulkul (kentongan). Tidak sembarang orang dibolehkan memukul atau membunyikan kulkul (kentongan) kecuali kesinoman atau juru arah (orang yang bertugas menghubungi warga banjar atas perintah Kelian Banjar) atas ijin Kelian Banjar.

c. Pura Banjar

Bertempat di arah timur atau utara dari areal banjar dibangun bangunan pelinggih (bangunan suci) dari Pura Banjar. Pura Banjar merupakan linggih (stana)Ida Bhagawan Panyarikan atau Ida Ratu Gede Panyarikan. Pura Banjar merupakan tempat krama banjar untuk melaksanakan aktivitas keagamaan dalam rangka memuja dan berbakti ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap aktivitas yang dilakukan krama banjar di balai banjar terlebih dahulu dilakukan “matur piuning” (memberitahukan/mempermaklumkan) ke hadapan Ida Ratu Gede Panyarikan memohon agar Beliau memberikan tuntunan serta rahmat atas kegiatan yang dilaksanakan.

Sumber : Berbagai sumber


Baca Selanjutnya......

Selamat Menempuh Hidup Baru, Anakku

Hari Jumat, 26 Nopember 2010 merupakan hari yang membahagiakan bagi kami termasuk keluarga besar kami, karena pada hari itu dapat mengantarkan putri kami ke depan pintu gerbang pernikahan untuk membangun sebuah rumah tangga baru. Orangtua mana yang tidak bahagia apabila dapat menyaksikan pernikahan putrinya tercinta.

Walaupun kini jumlah anggota keluarga kami berkurang lagi satu orang tetapi kami, aku dan isteri, tidak terlalu merasa kehilangan. Putri kami telah melakukan apa yang telah pernah aku dan isteri lakukan. Dan, kami merasa sudah menjadi tanggung jawab orang tua untuk sedapat mungkin mengupacarai pernikahan putra-putrinya dengan orang yang dicintai, selain tanggung jawab memelihara dan memberi pendidikan yang layak.

Tidak terasa sudah 24 tahun 7 bulan lebih ia hadir di tengah-tengah kami. Rasanya baru kemarin ia hadir melengkapi kebahagiaan kami. Ia adalah anak perempuan pertama dari buah cinta kami. Sebagai anak perempuan pertama tentunya ia mendapat perhatian lebih dari keluarga besar kami. Walaupun sebagai anak pertama yang mendapat perhatian lebih tidak menjadikan ia anak yang dimanja.

Setelah melewati tahap pertama dari kehidupan yaitu tahap brahmacari sebagai tahap belajar, menuntut ilmu, membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini putrid sulung kami telah memasuki tahap kedua dari kehidupan yaitu, grehasta asrama. Grehasta asrama sebagai tahap memasuki jenjang berumah tangga. Selamat menempuh hidup baru, anakku. Semoga berbahagia !!!



Baca Selanjutnya......