Sabtu, 25 September 2010

Jalan-Jalan Ke Desa Transmigran

Pesawat yang kami tumpangi dari Bandar udara Ngurah Rai Denpasar mendarat mulus di Bandar udara Hasanudin sekitar pukul 08.15. Di pagi hari itu Kamis, 9 September 2010 sinar matahari cukup cerah. Hari itulah untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Sulawesi Selatan. Selamat Datang di Sulawesi Selatan. Tulisan itulah yang menyambut kedatangan kami di salah satu ruang Bandar udara Hasanudin, Ujungpandang.

Ujungpandang bukanlah kota tujuan utama kami datang ke Sulawesi Selatan. Daerah yang menjadi tujuan kami adalah desa Kertaraharja, Kecamatan Tomoni Timur, Kabupaten Luwu Timur. Kami bermaksud mengunjungi orangtua teman anak kami yang menjadi salah satu transmigran asal Bali.

Di bandara Hasanudin kami dijemput dengan mobil yang telah dipesan oleh teman anak kami. Dengan mobil itulah kami diantar ke tempat tujuan. Jarak antara bandara Hasanudin dengan desa Kertaraharja yang kami tuju lebih kurang 600 km. Syukurnya perjalanan kami adalah siang hari sehingga sepanjang perjalanan kami dapat melihat keindahan daerah-daerah yang kami lalui. Salah satunya adalah rumah kayu, yaitu rumah-rumah yang terbuat dari kayu.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 11 jam akhirnya kami sampai ke tempat tujuan. Hari sudah malam ketika teman anak kami memberitahu bahwa kami telah memasuki desa Kertaraharja. Karena penasaran, dari dalam mobil saya mengintip keadaan desa transmigran tersebut. Walau dengan penerangan yang seadanya saya melihat bahwa keberadaan desa Kertaraharja sudah maju.

Kedatangan kami malam itu disambut dengan hangat oleh orangtua teman anak kami yang biasa dipanggil Pak Luh De. Beliau dan isterinya juga sangat ramah. Beliau menerima kami seperti keluarganya sendiri padahal sebelumnya kami belum pernah ketemu. Malam itu setelah mandi dan makan malam tidak banyak yang bisa kami perbincangkan. Karena kelelahan menempuh perjalanan jauh jam 22.00 kami pun tidur.

Besok paginya saya paksakan diri untuk bangun agak pagi. Setelah cuci muka saya sempatkan diri jalan-jalan di lorong depan rumah Pak Luh De. Ketika saya jalan-jalan itulah saya melihat matahari terbit “di barat”. Ah, Saya kira arah terbit matahari sudah terbalik. Setelah diberitahu arah utara, timur, selatan, dan barat, ternyata arah mata angin saya terbalik 180 derajat. Hee..hee..heeee...

Sore harinya, dengan berjalan kaki Bu Luh De berbaik hati mengantar kami berkeliling untuk melihat-lihat keadaan di sekitarnya. Kami melihat rumah-rumah para transmigran banyak yang bagus dengan pekarangan yang cukup luas. Mereka hidup dari hasil pertanian dengan lahan yang cukup luas. Dan juga dari perkebunan coklat. Semua keberhasilan itu bisa terujud adalah hasil kerja keras para transmigran. Tidak mudah memang perjuangan mereka. Keuletan dan kerja keras yang tidak mengenal menyerah dari mereka kini telah membuahkan hasil. Hasil itulah yang kini mereka nikmati, sampai-sampai ada yang berprinsip tidak mau pulang kembali menetap di daerah asalnya karena di daerah asalnya mereka tidak tahu harus memulai kehidupan baru itu dari mana dan sebagai apa. Mereka merasa sudah nyaman hidup di daerah transmigrasi.

Setelah tiga hari tinggal di rumah Pak Luh De, hari Minggu malam kami pamit untuk kembali ke Denpasar. Dari kunjungan singkat ini saya bisa menyaksikan, ternyata keadaan desa transmigran itu tidak jauh berbeda dengan keadaan desa-desa di sekitar tempat tinggal saya. Kalau semula saya membayangkan desa transmigran yang saya kunjungi itu masih berupa daerah hutan. Setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri barulah saya sadar bahwa bayangan saya itu keliru.

11 komentar:

  1. ada juga ya transmigran yg dari Bali.. wah wah Bali sudah padat juga ya..

    BalasHapus
  2. @ miwwa : trims ya atas komentarnya. banyak lo transmigran dari Bali ada di pulau2 lain. malahan sekarang pulau Bali dipadati oleh orang2 dari luar Bali, hheeee...hheee...

    BalasHapus
  3. saya merasa bangga karena saya adalah anak yang lahir dan hidup dibesarlan di kampung ini. dan saya sudah menjadi orang sulawesi. made kartika, SH, MH

    BalasHapus
    Balasan
    1. @Aflah Ghonnim: Terimakasih telah berkenan berkunjung.
      @Bapak Made Kartika, SH, MH,: Selamat, dan salam kenal ya...!!!

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  4. Terimakasih telah berkunjung kedesa kami,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. @kadek widarsa: terimakasih juga telah mampir disini, dan salam kenal untuk kadek dan semeton2 di desanya. Mudah-mudahan pada kesempatan lain saya bisa berkunjung lagi, astungkara.

      Hapus
  5. Terimakasi sudah berkunjung ke desa kami. Rumah kami di lorong 10. Dan semoga bayangan itu tidak terulang lagi. Bahkan ada yang membayangkan nyamuk di daerah trans sebesar kedis perittttttt.

    BalasHapus
  6. Terimakasih kembali untuk bapak Wayan, Ampura kalo yang saya bayangkan sebelumnya ternyata keliru.

    BalasHapus
  7. Terimakasih kembali untuk bapak Wayan, Ampura kalo yang saya bayangkan sebelumnya ternyata keliru.

    BalasHapus