Kebanyakan orang menginginkan hidup dalam kemakmuran. Kemakmuran yang dimaksud adalah suatu kondisi dimana semua kebutuhan materi dapat dipenuhi dengan baik. Dan, kebutuhan merupakan suatu perasaan kekurangan yang menimbulkan keinginan untuk dipenuhi. Untuk bisa mencapai kemakmuran yang diinginkan harus tersedia materi yang cukup untuk bisa dipakai memenuhi kebutuhan hidup secara merata.
Untuk memperoleh ketersediaan materi yang cukup agar bisa memenuhi aneka kebutuhan secara merata memerlukan adanya pengorbanan. Pengorbanan itu bisa berupa pengorbanan sejumlah uang untuk membeli materi (barang dan jasa), maupun pengorbanan bentuk lainnya. Apabila pengorbanan itu berupa sejumlah uang maka harus ada penghasilan yang cukup untuk membiayai pengorbanan tersebut. Akan tetapi tidak semua orang memperoleh keberuntungan bisa hidup dalam keadaan berkecukupan. Bukan saja disebabkan oleh karena mereka tidak mempunyai penghasilan yang cukup, melainkan ada diantaranya karena kurang pas mengelola pemenuhan kebutuhannya.
Orang yang kurang pas mengelola pemenuhan kebutuhannya akan selalu merasa kekurangan, meskipun memperoleh penghasilan dengan jumlah yang besar. Apalagi hidup jaman sekarang jauh lebih mudah asalkan ada uang. Asal punya uang, kemudahan, kenikmatan, kenyamanan dengan mudah diperoleh. Tetapi, dibalik kemudahan, kenikmatan, kenyamanan, ada hal-hal yang memberatkan yang kadang-kadang menjadi beban yang berat. Kalau kemudahan, kenikmatan, kenyamanan, sudah dipatok menjadi standar hidup akan dapat membawa dampak pada kehidupan layaknya “lebih besar pasak dari pada tiang”. Utang bisa jadi menumpuk. Penghasilan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup untuk waktu tertentu. Penghasilan yang diterima lebih banyak habis justru untuk membiayai pemenuhan kebutuhan yang sifatnya tidak mendesak, atau bahkan untuk membayar angsuran pelunasan utang-utang. Hal ini tentu menjadikan beban yang berkelanjutan bagi yang bersangkutan.
Sebagai ilusstrasi ikuti ceritera berikut. Ada seorang pegawai yang bekerja pada satu kantor. Sebut saja namanya Rajas (bukan nama sebenarnya). Ia sudah kawin dan mempunyai dua orang anak. Di kantornya Rajas dipercaya memegang jabatan tertentu sehingga penghasilan yang diterima per bulan lumayan besar. Akan tetapi Rajas mempunyai keinginan untuk selalu terdepan dalam mengikuti tren jaman. Ia juga punya kesenangan berbelanja. Kalau Rajas melihat barang-barang tertentu, dan ia menyukai barang itu akan dibelinya. Ia tidak berfikir dua kali, apakah barang-barang yang dibeli itu sangat dibutuhkan atau tidak. Apalagi pada jaman sekarang cukup mudah medapatkan barang-barang kebutuhan. Pembayarannya pun dapat dilakukan dengan mencicil.
Karena merasa punya penghasilan tetap, dan adanya kemudahan mendapatkan barang-barang kebutuhan yang pembayarannya dengan mencicil, plus punya kesenangan berbelanja membuat Rajas tidak bisa membendung hasratnya untuk memiliki barang-barang baru yang sedang ngetren. Dari busana, handphone, kendaraan, sampai peralatan rumah tangga maupun barang-barang kebutuhan lainnya. Barang-barang yang dibeli itu semuanya dibayar dengan cara mencicil lewat pemotongan gaji yang diterima setiap bulan. Akibatnya setiap bulan Rajas menanggung beban cicilan utang yang cukup banyak. Karena banyaknya potongan untuk membayar cicilan, penghasilan yang dibawa pulang oleh Rajas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya selama sebulan. Untuk mencukupi kekurangannya Rajas terpaksa harus ngutang sana sini. Pada akhirnya, untuk bisa memenuhi kebutuhannya dan keluarganya terpaksa Rajas melakukan langkah “gali lubang tutup lubang”. Lalu, adakah yang salah pada tindakan Rajas ?
Dalam pemenuhan kebutuhan hidup sendiri dan keluarga tentu kita tidak ingin terperangkap dalam langkah “gali lubang tutup lubang”. Oleh karena itu, kita perlu menyadari, bahwa tidak mungkin kita dapat memenuhi semua kebutuhan sendiri dan kebutuhan keluarga yang banyak dan beranekaragam dengan penghasilan yang diterima per bulan, yang jumlahnya terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan yang banyak dan beranekaragam sesuai penghasilan yang diterima kita perlu melakukan pilihan ekonomi. Melakukan pilihan ekonomi, yaitu memilih kebutuhan mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu dan kebutuhan mana yang harus ditunda atau bahkan dikorbankan. Dalam istilah lain kita melakukan skala prioritas. Kebutuhan yang sifatnya mendesak kita prioritaskan dipenuhi lebih dahulu. Sedangkan kebutuhan yang tidak segera harus dipenuhi bisa kita penuhi di kemudian hari. Dengan melakukan skala prioritas kita dapat memilih perbandingan yang terbaik antara kebutuhan yang dapat terpenuhi dengan kebutuhan yang dikorbankan sesuai dengan penghasilan/uang yang dimiliki. Dengan skala prioritas kita dapat mengelola pemenuhan kebutuhan yang banyak dan beraneka ragam tersebut. Ternyata Rajas tidak mengambil pilihan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar